Untuk kebanyakan keju yang diproduksi di seluruh dunia,
digunakan susu sapi, akan tetapi susu dari hewan lain, terutama kambing
dan domba juga banyak digunakan. Kualitas susu yang digunakan di (semi-)
industri pembuatan keju dikontrol dengan ketat di Eropa. Mayoritas keju
dibuat dari susu dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi (baik
penuh, rendah lemak, maupun tanpa lemak). Jika non-pasteurisasi susu
yang digunakan, keju harus dimatangkan (dengan cara diperam) paling
sedikit selama 60 hari pada suhu tidak kurang dari 4 °C untuk memastikan
keamanan melawan organisme yang membahayakan (patogen). Persyaratan
pasteurisasi susu yang digunakan untuk membuat keju varietas khusus
diatur berbeda di setiap negara.
Pembuatan keju melibatkan sejumlah tahapan yang umum untuk kebanyakan tipe keju.
Susu keju diberi perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan
awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe
keju, dan dicampur dengan rennet.
Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi
menjadi jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Jelly ini dipotong
dengan alat pemotong khusus menjadi kubus-kubus kecil sesuai ukuran yang
diinginkan – ditempat pertama untuk memfasilitasi pengeluaran whey.
Selama periode proses pembuatan dadih (curd), bakteri tumbuh dan
membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih dikenai perlakuan
mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang bersamaan
dadih dipanaskan menurut seting program.
Kombinasi efek dari tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri,
perlakuan mekanik, dan perlakuan panas – menghasilkan sineresis, yaitu
pemisahan whey dari butiran-butiran dadih. Dadih yang telah selesai
diletakkan dalam cetakan keju yang terbuat dari metal, kayu atau
plastik, yang menentukan bentuk keju akhir.
Keju dipres, baik oleh beratnya sendiri atau pada umumnya
dengan mempergunakan tekanan terhadap cetakan. Perlakuan selama
permbuatan dadih dan pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma
keju yang sesungguhnya ditentukan selama pematangan keju.
Langkah-langkah berbeda dalam pembuatan keju dibahas di bawah ini.
Pasteurisasi
Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu
biasanya menjalani perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk
menciptakan kondisi optimum untuk produksi.
Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan
pematangan lebih dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi,
tetapi biasanya tetap dipasteurisasi.
Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus
dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang
membutuhkan periode pematangan lebih dari sebulan tidak harus
dipasteurisasi di kebanyakan negara.
Susu yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana
asli, beberapa tipe keju ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi
40°C, agar tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan pengeluaran whey. Susu
yang diperuntukkan untuk keju tipe ini biasanya berasal dari peternakan
pilihan dengan inspeksi ternak secara rutin oleh dokter hewan.
Walaupun keju terbuat dari susu yang tidak terpasteurisasi
diyakini memiliki rasa dan aroma lebih baik, kebanyakan produser
(kecuali pembuat keju tipe ekstra keras) mempasteurisasi susu, karena
kualitas susu yang tidak dipasteurisasi jarang dapat dipercaya sehingga
mereka tidak mau mengambil risiko untuk tidak mempasteurisasinya.
Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju, misalnya coliforms,
yang bisa membuat “blowing” (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa
tidak enak. Pateurisasi reguler pada 72 – 73°C selama 15 – 20 detik
paling sering dilakukan.
Meskipun demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming microorganism)
yang dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan dapat
menyebabkan masalah serius selama proses pematangan. Salah satu
contohnya adalah Clostridium tyrobutyricum, yang membentuk asam
butirat dan volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi asam
laktat. Gas ini menghancurkan tekstur keju sepenuhnya (“blowing”),
selain itu asam butirat juga tidak enak rasanya.
Perlakuan panas yang lebih sering akan mengurangi risiko
seperti tersebut di atas, tetapi juga akan merusak sifat-sifat umum keju
yang terbuat dari susu, sehingga digunakan cara lain untuk mengurangi
bakteri tahan panas.
Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah
ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah
“blowing” dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri
tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2)
juga digunakan. Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia telah
banyak dikritik, maka cara mekanis untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme yang tidak diinginkan telah diadopsi, terutama di
negara-negara dimana penggunaan inhibitor kimia dilarang.
Biakan Biang
Biakan biang merupakan faktor penting dalam pembuatan keju; biakan ini memiliki beberapa peran.
Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:
- biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C
- biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 °C
Biakan yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran (mixed-strain), dimana dua atau lebih turunan bakteri mesophilic dan thermophilic
berada dalam simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Biakan ini
tidak hanya memproduksi asam laktat tetapi juga komponen aroma dan CO2. Karbondioksida sangat penting untuk menciptakan rongga-rongga di tipe keju butiran dan tipe “mata bundar (round-eyed) ”. Contohnya keju Gouda, Manchego dan Tilsiter dari biakan mesophilic dan Emmenthal dan Gruyère dari biakan thermophilic .
Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama
digunakan ketika obyek dipakai untuk mengembangkan asam dan
berkontribusi terhadap degradasi protein, misalnya pada keju Cheddar dan tipe keju yang sejenis.
Tiga sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju yaitu:
- kemampuan memproduksi asam laktat
- kemampuan memecah protein dan, jika memungkinkan,
- kemampuan memproduksi karbondioksida
Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih
Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam
koagulum dan kemudian dalam keju. Perkembangan asam menurunkan pH yang
penting untuk membantu sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan
pengurangan whey).
Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang
mempengaruhi konsistensi keju dan membantu meningkatkan kekerasan dadih.
Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi
asam adalah menekan bakteri yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi
bakteri yang membutuhkan laktosa atau tidak bisa mentolerir asam laktat.
Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju
(kecuali pada keju tipe lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi
asam laktat merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe
keju, seperti Cheddar, fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam seminggu.
Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2,
pengasaman dadih disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi
bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biakan turunan campuran dengan
kemampuan mengembangkan CO2 sangat penting untuk produksi
keju dengan tekstur lubang-lubang bundar atau seperti bentuk mata yang
tidak beraturan. Gas yang berkembang awalnya terlarut dalam fase
moisture keju; ketika larutan menjadi jenuh, gas dilepaskan dan
membentuk mata-mata. Proses pematangan pada keju keras dan semi-keras
merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan
dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan
dekomposisi protein.
Penambahan lain sebelum pembuatan dadih
Kalsium Klorida (CaCl2 )
Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju.
5-20 gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk
mencapai waktu koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan
koagulum yang cukup. Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat
koagulum begitu keras sehingga sulit untuk dipotong.
Untuk produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah diijinkan, disodium fosfat (Na2PO4),
biasanya 10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam susu sebelum
kalsium klorida ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas koagulum
karena pembentukan koloid kalsium fosfat (Ca3(PO4)2), yang akan memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak susu yang terperangkap dalam dadih.
Karbondioksida (CO2)
Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami
dalam susu, tetapi kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan
karbondioksida dengan buatan berarti menurunkan pH susu; pH asli
biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal ini kemudian akan
menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat. Efek ini bisa digunakan
untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan jumlah rennet yang
lebih sedikit.
Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)
Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform.
Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa
digunakan untuk menghadapi bakteri jenis ini, tetapi dosisnya harus
ditentukan secara akurat dengan merujuk pada komposisi susu, proses yang
digunakan untuk keju jenis ini, dan lain-lain; karena saltpetre yang terlalu banyak juga akan menghambat pertumbuhan biang. Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju atau bahkan menghentikan proses pematangan.
Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna
keju, menyebabkan lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak
murni. Dosis maksimum yang diijinkan sekitar 30 gram saltpetre
per 100 kg susu. Dalam dekade terakhir ini, penggunaan saltpetre
dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran, dan juga dilarang di
beberapa negara.
Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak
susu dan melalui variasi musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana , pewarna anatto alami, digunakan untuk mengoreksi variasi musiman di negara-negara dimana pewarnaan diperbolehkan.
Klorofil hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada keju blueveined, untuk mendapatkan warna “pucat” yang kontras dengan birunya biakan mikroorganisme di keju.
Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg
dimana susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua
pembuatan keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau
enzim-enzim sejenis.
Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan
keju. Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik
yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik
iso-elektrik (pH 4.6-4.7).
Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine ,
dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke
dalam susu. Ada beberapa teori tentang mekanisme prosesnya, dan bahkan
saat ini hal tersebut tidak dimengerti secara menyeluruh. Bagaimanapun
juga, hal ini jelas bahwa proses berjalan dalam beberapa tahapan; secara
umum dibedakan sebagai berikut:
- transformasi kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet
- pengendapan parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada
Keseluruhan proses ditentukan oleh suhu,
keasaman, kandungan kalsium susu, dan juga oleh faktor-faktor lain. Suhu
optimum untuk rennet sekitar 40 °C, tetapi dalam praktik biasanya
digunakan suhu yang lebih rendah untuk menghindari kekerasan yang
berlebihan pada gumpalan.
Rennet diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan
dipasarkan dalam bentuk larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000,
yang berarti bahwa satu bagian rennet bisa mengentalkan 10000 – 15000
bagian susu dalam 40 menit pada 35 °C . Rennet dari bovine
(termasuk keluarga sapi) dan babi juga digunakan, sering dikombinasikan
dengan rennet anak sapi (50:50, 30:70, dll). Rennet dalam bentuk bubuk
biasanya 10 kali kekuatan rennet cair.
Pengganti rennet hewan
Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan
pengganti rennet hewan. Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel
karena penolakan para vegetarian untuk menerima keju yang dibuat dengan
rennet hewan. Di dunia Muslim, penggunaan rennet babi sudah jelas
hukumnya, dimana merupakan alasan penting yang lebih jauh untuk
menemukan pengganti yang sesuai. Ketertarikan produk pengganti telah
tumbuh lebih luas pada tahun-tahun terakhir karena keterbatasan rennet
hewan yang berkualitas bagus.
Ada dua tipe utama pengganti bahan pengental:
- enzim penggumpal dari tanaman
- enzim penggumpal dari mikroorganisme
Penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan
penggumpalan pada umumnya baik dengan persiapan yang dibuat dari enzim
tanaman. Satu kelemahan adalah bahwa keju sering mengembangkan rasa
pahit selama penyimpanan.
Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan
enzim pengentalan yang diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama
pasaran. Teknologi DNA telah digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet
DNA dengan karakteristik identik dengan rennet anak sapi saat ini
sedang dites secara menyeluruh dengan satu maksud untuk menjamin
persetujuan/penerimaan.
Contoh sebuah tong keju konvensional pada tahapan-tahapan yang berbeda : A : selama pengadukan B : selama pemotongan C : selama pengeringan whey D : selama pengepresan/penekanan Sumber : Dairy Processing Handbook , Tetrapak Swedia |
Pemotongan gumpalan
Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30
menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya
dilakukan untuk menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah
pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik
perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa
dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan seperti gelas
pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan hati-hati memecah dadih
sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm, tergantung pada tipe
keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air dalam keju
yang dihasilkan.
Pra-pengadukan
Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif
terhadap perlakuan mekanik, itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan
dengan lembut, tetapi cukup cepat, untuk menjaga granule tercampur dalam
whey. Sedimentasi dadih di dasar tong menyebabkan pembentukan
bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada mekanisme pengadukkan,
dimana pasti sangat kuat. Dadih keju rendah lemak cenderung kuat untuk
tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya harus lebih
sering daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak.
Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan
hilangnya kasein dalam whey.
Pra-pengeringan whey
Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam,
diinginkan untuk membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak
sehingga panas bisa disuplai dengan penambahan langsung air panas ke
dalam campuran dadih dan whey, yang juga dapat merendahkan kandungan
laktosa. Beberapa produser juga mengeringkan whey untuk mengurangi
konsumsi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan dadih secara tidak
langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting bahwa jumlah whey yang
sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50% volume batch –
dikeringkan setiap saat.
Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran
Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk
mengatur ukuran dan pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi
asam dibatasi oleh panas, sehingga digunakan untuk mengatur produksi
asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan
dadih disertai dengan pengeluaran whey (sineresis).
Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
- Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.
- Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey.
- Dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.
Waktu dan suhu untuk pemanasan ditentukan oleh metode
pemanasan dan tipe keju. Pemanasan sampai suhu diatas 40 °C,
kadang-kadang disebut pemasakan, biasanya dilakukan dalam dua tahap.
Pada 37 – 38°C aktivitas bakteri asam laktat mesophilic
terhambat, dan pemanasan terhenti untuk mengecek keasaman, setelah itu
pemanasan berlanjut sampai suhu akhir yang diinginkan. Diatas 44 °C
bakteri mesophilic ternon-aktifkan secara keseluruhan, dan mereka mati pada suhu 52 °C antara 10 dan 20 menit.
Pemanasan melebihi 44 °C biasanya disebut dengan scalding (pembakaran). Beberapa tipe keju, seperti Emmenthal, Gruyère, Parmesan dan Grana,
dibakar pada suhu setinggi 50 – 56 °C. Hanya bakteri pemroduksi asam
laktat yang paling tahan panas yang bertahan pada suhu ini. Salah
satunya adalah Propionibacterium freudenreichii ssp. shermanii , yang sangat penting dalam pembentukan karakter keju Emmenthal.
Pengadukan akhir
Sensitifitas granule dadih menurun selama proses pemanasan dan
pengadukan. Lebih banyak whey diteteskan dari granule selama periode
pengadukan akhir. Hal ini terutama karena perkembangan asam laktat yang
berkesinambungan, juga karena efek mekanis pengadukan.
Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan dan kandungan air dalam keju.
Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih
Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan
telah tercapai – dan dicek oleh produser – sisa whey dibersihkan dari
dadih dengan berbagai cara, tergantung pada tipe keju.
Keju dengan tekstur granular
Salah satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong
keju; hal ini digunakan terutama dengan membuka tong keju secara
manual. Setelah pengeringan whey, dadih disekop kedalam cetakan. Keju
yang dihasilkan memperoleh tekstur dengan lubang-lubang/mata tidak
beraturan, juga disebut tekstur granular, gambar 14.12. Lubang-lubang
tersebut terutama terbentuk karena gas karbondioksida yang biasanya
berkembang dengan biakan biang LD (Lactococcus lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis).
Jika granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan
dan dipress, maka mereka tidak menyatu secara lengkap; banyak
kantong-kantong udara kecil berada pada bagian dalam keju.
Karbondioksida yang terbentuk dan dikeluarkan selama periode pematangan
mengisi dan memperbesar kantong-kantong ini secara bertahap. Lubang yang
terbentuk dengan cara ini berbentuk tak beraturan.
Whey juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey
melewati sebuah saringan yang bergetar atau berputar, dimana
granule-granule terpisah dari whey dan disalurkan langsung ke dalam
cetakan. Keju yang dihasilkan memiliki tekstur granular.
Keju bermata bundar
Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang disebutkan di atas
juga digunakan dalam produksi keju bermata bundar, tetapi prosedurnya
agak berbeda.
Menurut metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal,
dadih dikumpulkan dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan
kemudian ditransfer ke cetakan besar di atas kombinasi meja pengeringan
dan pengepresan. Hal ini menghindarkan kontak dadih pada udara sebelum
pengumpulan dan pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk
mendapatkan tekstur yang tepat pada tipe keju yang dimaksud.
Penelitian tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar
telah menunjukkan bahwa ketika granule dadih dikumpulkan di bawah
permukaan whey, dadih mengandung rongga-rongga mikroskopis. Bakteri
biang mengumpul di rongga-rongga kecil yang terisi whey ini. Gas
terbentuk ketika mereka mulai tumbuh, awalnya larut dalam cairan, tetapi
karena pertumbuhan bakteri berlanjut, terjadi penjenuhan lokal yang
menghasilkan formasi lubang-lubang kecil. Selanjutnya, setelah produksi
gas telah berhenti karena kekurangan substrat, difusi menjadi proses
yang paling penting. Hal ini memperbesar beberapa lubang yang telah
relatif besar, sementara lubang-lubang yang paling kecil menghilang.
Pembesaran lubang-lubang yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih
kecil merupakan salah satu konsekuensi hukum tegangan permukaan, yang
menyatakan bahwa diperlukan tekanan gas lebih sedikit untuk memperbesar
sebuah lubang besar daripada lubang kecil.
Keju bertekstur tertutup
Tipe keju bertekstur tertutup, dimana Cheddar
merupakan contohnya, biasanya dibuat dengan biakan biang yang mengandung
bakteri yang tidak menghasilkan gas – biasanya bakteri pemroduksi asam
laktat strain tunggal seperti Lactococcus cremonis dan Lactococcus lactis.
Teknik proses spesifik bisa juga menghasilkan pembentukan
rongga-rongga yang disebut lubang-lubang mekanik. Jika lubang-lubang
dalam keju granular atau bermata bundar memiliki penampakan yang
mengkilat, lubang-lubang mekanik memiliki permukaan bagian dalam yang
kasar.
Ketika keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 – 0.22% asam
laktat (sekitar 2 jam setelah perennetan), whey dikeringkan dan dadih
dikenai suatu bentuk penanganan khusus yang disebut chedarring.
Setelah semua whey telah dibersihkan, dadih dibiarkan untuk pengasaman
lanjutan dan penutupan. Selama periode ini, biasanya 2 – 2.5 jam, dadih
dibentuk dalam blok-blok yang dibolak-balik dan ditumpuk.
Perlakuan akhir dadih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey
bebas telah dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam
cara, antara lain:
- ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)
- pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau
- dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe Pasta Filata , ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.
Penekanan (Pengepresan)
Setelah dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir, dengan tujuan empat sekaligus :
- untuk membantu pengeluaran whey akhir
- untuk memberikan tekstur
- untuk membentuk keju
- untuk memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan
disesuaikan terhadap setiap jenis keju. Pengepresan seharusnya
perlahan-lahan pada mulanya, karena tekanan tinggi yang awal dapat
menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong
di badan keju.
Pengasinan/Penggaraman
Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya
berfungsi sebagai bumbu. Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang
lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri
yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam ke dalam dadih
menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek
osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa
disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan
kelembaban tertarik keluar.
Dengan beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 – 2%. Blue cheese dan varian white pickled cheese (Feta, Domiati), pada umumnya memiliki kandungan garam 3 – 7%.
Pertukaran kalsium dengan sodium dalam paracaseinate
yang merupakan hasil dari penggaraman juga memiliki pengaruh positif
pada konsistensi keju, yaitu keju menjadi semakin halus/lembut. Secara
umum, dadih yang dikenai garam pada pH 5.3 – 5.6 selama 5 – 6 jam
setelah penambahan biakan utama, menyebabkan susu tidak mengandung
zat-zat penghambat bakteri.
Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun
mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau kontainer
yang mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas
dadih setelah semua whey dibersihkan. Untuk distribusi yang lengkap,
dadih diaduk selama 5 – 10 menit.
Ada berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada
dadih secara mekanik. Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk
dosis garam pada kepingan-kepingan ( chips ) cheddar selama tahap akhir proses melalui mesin cheddaring yang berkelanjutan.
Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam,
dari yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik.
Sekalipun demikian, sistem yang paling biasa digunakan adalah
menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air garam. Kontainer
seharusnya ditempatkan dalam sebuah ruangan dingin dengan suhu sekitar
12 – 14 °C.
Sistem pengasinan dengan air garam pada industri
Sumber : Dairy Processing Handbook, Tetrapak Swedia
Kandungan garam pada tipe keju yang berbeda
% garam
- Cottage cheese 0.25 – 1.0
- Emmenthal 0.4 – 1.2
- Gouda 1.5 – 2.2
- Cheddar 1.75 – 1.95
- Limburger 2.5 – 3.5
- Feta 3.5 – 7.0
- Gorgonzola 3.5 – 5.5
- Blue cheeses lain 3.5 – 7.0
Pematangan dan penyimpanan keju
Pematangan
Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar, melalui serangkaian proses mikrobiologi, biokimia dan karakter fisik.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein dan
lemak menjadi suatu siklus pematangan yang sangat bervariasi antara keju
keras, sedang, dan halus/lembut. Perbedaan yang signifikan bahkan
terjadi di dalam masing-masing grup ini.
Dekomposisi laktosa
Teknik-teknik yang telah ditemukan untuk membuat jenis-jenis
keju yang berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan
pertumbuhan dan aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada
kemungkinan untuk mempengaruhi secara simultan baik level maupun
kecepatan fermentasi laktosa. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam
proses pembuatan Cheddar, laktosa terfermentasi sebelum dadih
digelindingkan. Pada jenis-jenis keju yang lain, fermentasi laktosa
sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga kebanyakan dekomposisi
laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang terakhir, selama
minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama penyimpanan.
Asam laktat yang diproduksi dinetralisir sampai dalam jumlah yang besar di keju dengan komponen buffering
dari susu, dimana kebanyakan yang telah termasuk dalam gumpalan. Asam
laktat kemudian hadir dalam bentuk laktat pada keju yang telah lengkap.
Pada tahap selanjutnya, laktat memberi substrat yang cocok untuk bakteri
asam propionat yang merupakan bagian penting flora mikrobiologi dari Emmenthal, Gruyère dan tipe-tipe keju sejenis.
Disamping asam propionat dan asam asetat, terbentuk
karbondioksida dengan jumlah yang signifikan, dimana merupakan penyebab
langsung pembentukan mata bundar yang besar pada tipe keju yang
disebutkan di atas.
Laktat juga bisa dipecah oleh bakteri asam butirat, jika
kondisinya sebaliknya tidak bagus untuk fermentasi ini, dimana terbentuk
hidrogen sebagai tambahan asam lemak dan karbondioksida yang volatil
tertentu. Fermentasi ini timbul pada tahap akhir, dan hidrogen dapat
menyebabkan keju menjadi rusak.
Fermentasi laktosa disebabkan oleh adanya enzim laktase dalam bakteri asam laktat.
Dekomposisi protein
Pematangan keju, terutama keju keras, dicirikan pertama dan
terutama oleh dekomposisi protein. Level dekomposisi protein
mempengaruhi kualitas keju sampai tingkat yang signifikan, kebanyakan
mengenai konsistensi dan rasa. Dekomposisi protein dihasilkan oleh
sistem enzim dari
- rennet
- mikroorganisme
- plasmin, suatu enzim pengurai protein
Satu-satunya efek rennet adalah untuk memecah
molekul parakasein menjadi polipeptida. Pemecahan pertama oleh rennet
membuat kemungkinan dekomposisi kasein yang lebih cepat melalui aksi
enzim-enzim bakteri daripada jika enzym-enzym ini harus memecah molekul
kasein secara langsung. Pada keju dengan suhu masak yang tinggi, keju
yang dibakar seperti Emmenthal dan Parmesan, aktifitas plasmin memainkan peranan pada pemecahan pertama.
Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger,
dua proses pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses
pemasakan normal pada rennet keju keras dan proses pemasakan pada
hapusan (bakteri) yang terbentuk di permukaan. Pada proses yang
disebutkan terakhir, dekomposisi protein berproses lebih jauh sampai
akhirnya ammonia diproduksi sebagai hasil aksi proteolitik yang kuat
dari hapusan bakteri.
Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal
yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin.
Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban
relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
Tipe-tipe keju yang berbeda membutuhkan suhu dan RH yang
berbeda dalam ruang penyimpanan. Kondisi iklim merupakan hal yang sangat
penting untuk laju pematangan, berat susut, pembentukan kulit dan
perkembangan permukaan flora (di Tilsiter, Romadur dan yang lain) – dengan kata lain untuk karakter total keju.
Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan
semi-keras, bisa diberi pelapisan emulsi plastik atau parafin atau
lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup dengan plastik film atau kantong
plastik yang dapat menyusut.
- Keju-keju golongan Cheddar sering dimatangkan pada suhu rendah, 4-8 °C, dan RH lebih rendah dari 80%, karena mereka biasanya dibungkus dalam plastik film atau kantong dan dikemas dalam karton atau kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa bervariasi dari beberapa bulan sampai 8 – 10 bulan untuk memuaskan kegemaran konsumen yang beragam.
- Keju-keju seperti Emmenthal mungkin perlu disimpan dalan ruang keju “hijau” pada suhu 8 – 12 °C selama 3 – 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang “pemfermentasi” pada suhu 22 – 25 °C selama 6 – 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa bulan dalam ruang pematangan pada suhu 8 – 12 °C. Kelembaban relatif untuk semua ruangan biasanya 85 – 90%.
- Tipe-tipe keju dengan perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) – Tilsiter, Havarti dan yang lain – biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 – 16 °C dan RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran smear dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah terbentuk, keju biasanya dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 °C dan RH 90% selama 2 – 3 minggu lagi.
- Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis, bisa disimpan pertama kali untuk beberapa minggu di ruang keju “hijau” pada 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan periode pematangan sekitar 3 – 4 minggu pada 12 – 18°C dan RH 75 – 80%. Akhirnya keju dipindah ke ruang penyimpanan pada sekitar 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%, dimana karakteristik akhir terbentuk.
Angka-angka yang diberikan untuk suhu dan kelembaban relatif,
RH, merupakan perkiraan dan bervariasi untuk macam-macam keju yang
berbeda dalam grup yang sama.
Referensi
- Diadopsi dan diringkas dari Dairy Processing Handbook, dikeluarkan oleh TetraPark, Swedia, http://www.tetrapak.com
- Kosikowski, F.V., and V.V. Mistry. Cheese and Fermented Milk Foods. Volume 1: Origins and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski, 1997.
- http://www.nationaldairycouncil.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar